Pada akhir-akhir ini, banyak kaum muslimin yang menggunakan kartu kredit dalam melakukan transaksi jual beli, karena kartu tersebut dirasa lebih efisien, aman, dan praktis dibanding uang cash. Namun yang menjadi pertanyaan adalah: bagaimana hukum menggunakan kartu kredit tersebut, karena sebagian kalangan menyatakan haram karena di dalam kartu kredit terdapat unsur riba, sebagian yang lain mengatakan sebaliknya bahwa kartu kredit tersebut halal secara mutlak dan tidak ada unsur riba. Bagaimana sebenarnya?
Untuk menjawab pertanyaan di atas, perlu dijelaskan disini bahwa dalam kartu kredit ini terdapat tiga transaksi:
Pertama: Transaksi antara pihak yang mengeluarkan kartu kredit dengan pengguna kartu kredit. Transaksi antara pihak yang mengeluarkan kartu kredit (dalam hal ini adalah perbankan) dan pihak yang menggunakannya (yaitu nasabah) adalah transaksi kafalah (jaminan). Dalam hal ini perbankan bertindak sebagai kafil (pihak penjamin), sedang pengguna kartu sebagai pihak yang terjamin, sedangkan kartu kredit itu sendiri adalah bukti dari kafalah. Pihak penjamin berkewajiban membayar seluruh hutang-hutang pengguna dalam setiap transaksinya dengan para pedagang yang telah ditunjuk oleh pihak penjamin. Transaksi ini oleh para fuqaha disebut dengan "dhaman ma lam yajib" (jaminan pada sesuatu yang bukan kewajibannya), dan hal ini dibolehkan oleh mayoritas ulama, adapun ulama-ulama Syafi'iyah tidak membolehkannya.
Hanya saja, transaksi kafalah dalam bentuk ini menyisakan beberapa masalah, diantaranya; bahwa transaksi kafalah di dalam syariat Islam tidak berorientasi kepada profit, tetapi hanya bantuan belaka. Sedang transaksi kafalah dalam kartu kredit bertujuan untuk mendapatkan keuntungan di balik bantuan yang diberikan kepada para pengguna kartu.
Hukum Membership Fee
Untuk memiliki kartu kredit, seseorang harus menjadi anggota dan membayar sejumlah uang pembuatan kartu, begitu juga dia harus membayar uang untuk memperbaharui kartu tersebut tiap tahun, jika dia ingin meneruskan penggunaan kartu tersebut.
Bagaimana hukum membership fee tersebut menurut fiqh? Para ulama menjelaskan bahwa uang dari jasa pembuatan kartu kredit tersebut adalah boleh, selama biayanya masih batas kewajaran, karena hal itu termasuk dalam kategori upah pembuatan kartu. Hal ini dikuatkan dengan ketentuan bahwa semua pengguna kartu tersebut dipungut biaya yang sama, baik dia menggunakan kartu kredit tersebut untuk membeli barang yang sangat banyak, maupun sedikit, bahkan bagi yang tidak menggunakannya sama sekali. Semuanya dikenakan biaya yang sama.
Telat Pembayaran
Para pengguna kartu sebagai pihak yang terjamin berkewajiban membayar hutang-hutangnya kepada pihak yang menjamin. Pembayaran hutang ini tentunya sesuai dengan nilai barang yang dia beli dari pedagang atau jasa yang ia manfaatkan darinya. Seandainya pihak penjamin meminta lebih dari itu atau mensyaratkan imbalan jasa dari jaminan yang diberikannya, maka tambahan atau imbalan jasa tersebut termasuk dalam kategori riba. Begitu juga, jika pihak penjamin memberlakukan ketentuan bunga kepada pihak pengguna kartu jika penlunasan hutang kepadanya lewat jatuh tempo atau menunggak. Ini semua tidak dibolehkan.
Bagaimana jika pengguna kartu meyakini karena melihat kondisi finansial dan ekonominya, mampu membayar tepat waktu kepada pihak penjamin sehingga tidak akan terkena denda atas keterlambatan membayar hutang? Mayoritas ulama menyatakan bahwa syarat yang tidak sesuai dengan syariat yang terjadi dalam sebuah transaksi, maka akan merusak transaksi itu sendiri dan pelakunya berdosa. Sedang madzhab Hanabilah menyatakan bahwa syarat yang menyelisihi syariat tersebut tidak mempengaruhi keabsahan transaksi dan syarat tersebut dengan sendirinya batal. Oleh karenanya, menurut madzhab ini pengguna kartu yang membayar hutangnya kepada penjamin tepat pada waktunya tidak terkena riba dan ini dibolehkan.
Kedua: Transaksi antara pihak yang mengeluarkan kartu kredit dengan para pedagang. Pihak yang mengeluarkan kartu berkewajiban untuk membayar hutang yang ditanggung pihak pengguna kepada para pedagang tersebut. Hutang tersebut bisa dipindahkan dari pihak pengguna kartu kepada pihak yang mengeluarkan kartu melalui transaksi hiwalah.
Ketiga: Transaksi antara para pengguna kartu dengan para pedagang. Transaksi antara pengguna kartu dengan para pedagang mempunyai dua bentuk jual beli dan atau sewa. Kedua transaksi tersebut sah dan diijinkan dalam syariat Islam.
Kesimpulan:
Dari keterangan di atas, bisa disimpulkan bahwa menggunakan kartu kredit di dalam transaksi jual beli hukumnya diperinci terlsbih dahulu:
Jika pihak penjamin tidak mensyaratkan denda dari keterlambatan pembayaran hutang dari pihak yang dijamin, maka hukumnya boleh. Sebaliknya, jika disyaratkan seperti itu, maka hukumnya tidak boleh, kecuali jika pihak pengguna kartu berkeyakinan penuh bahwa dia bisa melunasi hutang tersebut tepat pada waktunya, maka hal ini dibolehkan menurut sebagian ulama.
Bagi pihak pembuat kartu (penjamin) dibolehkan memungut biaya pembuatan kartu dari pihak pengguna dalam batas-batas kewajaran. Begitu juga, pihak penjamin atau pembuat kartu dibolehkan mendapatkan keuntungan dari penjual berupa discount harga-harga yang dibeli oleh pengguna kartu, karena telah mempromosikan barang-barangnya kepada konsumen, atau karena telah membantu pedagang mencarikan pelanggan atau karena telah membantu untuk mengambil hutang-hutang dari pengguna kartu.